Jumat, 20 Desember 2013

SENDANG PENGANTEN KAMPUNG KANDANG SAPI, SOLO

Sejarah Sendang Penganten



Sendang Penganten merupakan sebuah sendang, berupa mata air. Mata air tersebut ada dua buah yang menggambarkan atau sebagai simbol dari lelaki dan wanita. Nama sendang tersebut masing-masing adalah Nyi jumirah dan Sangkalan.
Sendang Penganten terletak di RT3/RW34 kelurahan Kandang Sapi, kecamatan Jebres Surakarta. Letaknya deket dengan rumah sakit Dr.Oen Kandag Sapi. Sendang penganten ini menurut ceritera muncul ketika zaman Pakubuwana ke II, yaitu pada masa awal-awal perpindahan kerajaan dari kraton Kartasura ke kraton Surakarta.
Tokoh penganten yang hilang dan setelah hilangnya muncul 2 buah mata air ini tidak diketahui nama pastinya, yang jelas mereka adalah anak dari abdi dalem kraton surakarta yang dinikahkan pada masa Pakubuwana II
Menurut ceritera sendang ini ada ketika diadakanya arak-arakan penganten anak dari abdi dalem kraton surakarta. Di tengah arak penganten itu terjadi sebuah peristiwa yang aneh, yaitu hilangnya mempelai penganten yang di arak. Lalu tiba-tiba muncul 2 buah sendang yang airnya melimpah.
Setelah kemunculannya sendang ini dikeramatkan oleh masyarakat setempat, kemunculan pohon kepoh yang secara tiba-tiba membuat kepercayaan tentang sendang ini semakin kuat.

Sendang Penganten



Air sendang dianggap bertuah oleh masyarakat sekitar karena airnya tidak pernah mengering. Dahulu dijadikan sumber air bagi warga dan digunakan siraman bagi pengantin yang dilakukan dua hari sebelum hajatan berlangsung. Para pengantin digiring di sendang untuk melakukan siraman. Siraman dilakukan oleh sesepuh di kampung tersebut. Syarat yang harus dilakukan mudah, yaitu hanya dengan memakai kembang tiga rupa. Calon pengantin laki disiram dari sendang lanang sedangkan calon pengantin perempuan disiram dari sendang wadon belakangnya. Oleh masyarakat setempat air sendang tersebut bertuah karena dianggap bisa melanggengkan, mensejahterakan, dan memberi keturunan. Bukan hanya warga sekitar saja yang mendatangi dan melakukan siraman namun warga Klaten dan Wonogiri pun ikut mempercayai air sendang tersebut bertuah.
Selain dijadikan untuk siraman bagi warga yang melangsungkan pernikahan, tempat tersebut juga sempat dijadikan sebagai sarana pencari berkah. Zaman dahulu orang percaya bahwa pohon kepuh dianggap suci dan pengabul permintaan. Dengan memberi sesajen masyarakat bisa meminta keinginannya pada sebuah pohon. Namun ritual siraman serta sesajen oleh masyarakat terakhir dilakukan pada tahun 1998-1999. Hingga kemudian tahun 2002 didirikan masjid disebelah barat sendang.
Semakin banyaknya warga yang menganut Islam bergeserlah fungsi dari sendang tersebut. Pada akhirnya warga sepakat apabila disamping sendang didirikan sebuah masjid dengan tidak mengurangi keindahan serta tetap melestarikan tinggalan nenek moyang yang sangat berharga.

Manfaat Cerita

Pada dasarnya, cerita sendang penganten di kampung Kandang Sapi ini digunakan untuk meligitimasi kekuasaan raja. Seperti yang telah diketahui, sendang penganten ini terbantuk secara tidak logis dari arak-arakan pengantin anak abdi dalem keraton. Selama ini, mitos yang beredar di masyarakat Jawa, khususnya Solo, air dan segala hal yang berhubungan dengan keraton merupakan benda atau tempat yang sakral. Begitu pula dengan air yang terdapat di sendang penganten.
Selain itu, mitos yang beredar di masyarakat Jawa terkait pohon Kepuh selama ini dianggap sebagai pohon gendruwo. Pohon ini sering ditemui di tempat-tempat keramat seperti kuburan. Keberadaan pohon kepuh di tengah-tengah sendang menambah tempat ini sebagai tempat yang dikeramatkan. Manfaat dikeramatkannya pohon ini sebanarnya tidak terlepas dari adanya aliran kepercayaan yang masih berkembang di wilayah Solo pada masa itu. Sehingga, pohon kepuh dan sendang penganten merupakan salah satu syiar kepercayaan masyarakat Jawa.

It's me

Foto saya
Solo, Indonesia
Tuhan tahu ku cinta kau :P